Selasa, 30 Agustus 2011

MARTIN LUTHER DAN PENGINJILAN TERHADAP ORANG YAHUDI

Jasa Martin Luther baik sebagai seorang teolog maupun sebagai reformator tidak bisa kita pungkiri. Semua orang Kristen yang mempelajari sejarah gereja pasti akan bertemu dengan tokoh Jerman ini yang dilahirkan pada 1483 dan meninggal pada 1546 di Jerman. Sikap Luther terhadap penginjilan dan misi dalam sejarah teologi menjadi perdebatan yang seru. Para sarjana pada abad-abad yang lalu tidak melihat bahwa Luther memiliki sikap positif terhadap penginjilan, namun sejak Karl Holl menulis makalah berjudul Luther und die Mission (Luther dan Misi)[i] pada 1924, tanggapan para teolog dan misiolog tentang Luther dan misi sedunia mulai lebih positif. Sikap Luther terhadap penginjilan kepada orang Yahudi lebih hangat lagi didiskusikan dalam ilmu teologi oleh karena ia mengalami satu perkembangan dalam pemikiran tentang penginjilan terhadap orang Yahudi. Perkembangan itulah yang akan saya selidiki melalui artikel ini.
Seumur hidupnya Luther menganggap orang Yahudi sebagai sebuah ladang misi yang hadir di tengah-tengah orang Kristen. Kita tidak boleh lupa bahwa ia dilahirkan dan dibesarkan pada abad pertengahan di Jerman yang hanya mengenal satu agama yaitu agama Kristen Katolik. Seluruh lingkungannya dipengaruhi hanya oleh satu agama yang diikuti dan dihayati oleh rakyat di bawah pimpinan gereja dan raja. Orang Eropa pada

Rabu, 08 Juni 2011

eta LAITA ale

Kata LAITA, saya adopsi dari nama sebuah gerakan yang pernah ada di gereja saya (GKPS) yaitu “Kongsi Laita”, sebuah gerakan swadaya masyarakat Kristen-Simalungun yang didirikan pada tanggal 15 November 1931 di Sondi Raya untuk mengabarkan Injil kepada orang Simalungun yang masih memeluk agama suku. Gerakan ini memberi pengaruh besar pada pertumbuhan gereja GKPS.
Kata "Kongsi" serupa artinya dengan "Parhasomanon" (bahasa Simalungun) atau "Vereeniging" (bahasa Belanda) yang merujuk pada organisasi. Namun tidak ada kewajiban atau iuran bagi anggota sebagaimana organisasi umumnya. Pendanaan bagi setiap kegiatan di dalamnya bersifat swadaya, didorong oleh perasaan berhutang dalam tiap anggota pada saudara-saudaranya yang masih beragama suku.
Kata "Laita" dalam bahasa Simalungun berarti "ayo kita pergi." yang mencerminkan semangat dan dorongan untuk bergerak memberitakan Injil.
Sesuai dengan makna namanya, Kongsi Laita merupakan komunitas yang terdorong untuk memberitakan injil ke pada saudara-saudaranya untuk memberitakan Injil . Semangat penginjilan Kongsi Laita didasarkan pada

PENGINJILAN DAN METODE EE


Penginjlan adalah tugas utama Gereja
Dalam Gereja, Pekabaran Injil bukan hanya penting, tapi harus. Gereja tidak hanya berdoa, tapi dipanggil Allah keluar untuk memberitakan Injil ke tengah-tengah dunia (Mat.28:19-20). Atas alasan inilah kehadiran EE International untuk memperlengkapi warga Gereja supaya lancar ber PI.

Setiap orang percaya dipanggil jadi saksi Kristus.
Memang Gereja telah melakukan pemberitaan Injil, tetapi itu secara lembaga atau dalam suasana kerohanian. Misalnya ketika ada bencana gereja hadir bersaksi, melalui KKR, atau melalui khotbah mimbar di kebaktian. Bagaimana dengan warga jemaat? Mengapa orang Kristen tidak menginjili?
  1. Tidak Tahu Apa yang harus diberitakan, dan bagaimana harus memulainya.
  2. Takut ditolak, takut akan tanggapan yang belum pasti, jadi lebih baik diam
  3. Tidak yakin akan keselamatan (surga)
Prinsip pertama dan yang utama dari metode EE adalah : “setiap orang Kristen harus menjadi saksi”. Mengacu dari nats Alkitab (Kisah Para Rasul 1 : 8), yang juga adalah thema kegiatan GKPS periode 2010 – 2015, maka pandangan EE adalah bahwa : “orang awam merupakan kunci paling strategis dalam penginjilan dunia.

Masalahnya sekarang adalah dalam  asumsi umum, pekerjaan penginjilan itu sering hanya dilimpahkan kepada orang-orang khusus di Gereja (Pendeta, Penginjil, Sintua atau Syamas). Itupun, masih banyak pelayan-